Iltiqa’ Sakinain VS Naql
( النَّقْلُ ) Naql berasal dari akar kata ( نَقَلَ ) yang artinya memindah.
Sedangkan menurut istilah ulama Qurra' adalah
memindahkan harakat huruf yang hidup pada huruf yang mati sesudahnya.
Tujuan Naql dalam membaca al-Qur'an adalah untuk mempermudah bacaannya.
(التقاء الساكنين) Pertemuan dua
sukun.
Pembahasan Iltiqa’ Sakinain
Iltiqoussakinain berlaku dalam dua kata yang hendak diwasalkan bacaannya untuk
menghindari adanya dua huruf yang sukun. Dua sukun ini terhalang oleh hamzah washol ditengah-tengahnya.
Iltiqa’ Sakinain
barlaku pada keadaan-keadaan berikut:
- Iltiqa’ Sakinain Pada Tanwin
- Iltiqa’ Sakinain Pada Awal Surah Ali-‘Imran
- Iltiqa’ Sakinain yang diharokati dalam Mushaf
Berikut adalah
penjelasan setiap bentuk penyambungan dua sukun pada tiga keadaan di atas:
1. Pertemuan Dua
Sukun Pada Tanwin
Iltiqa’ Sakinain
pada tanwin berlaku pada contoh-contoh seperti berikut:
خَيْرٌ الوَصِيَّةُ
– jika wasal
hendaklah dibaca –
خَيْرنِ الوَصِيَّةُ
Tanwin tersebut tidak boleh diidghamkan kepada huruf selepasnya. Tapi apa
yang harus dilakukan ialah merungkaikan suara nun dari tanwin itu kemudian
dikasrahkan nun tersebut.
Huruf nun itu bukanlah suatu yang ditambah tetapi ia adalah nun sukun yang sudah sedia wujud pada setiap suara tanwin. Ini kerana tanwin
adalah suatu yang bernun pada lafaz (bukan pada tulisan). Nun itu pula
dikasrahkan kerana membaris kasrah adalah cara untuk membariskan dua huruf yang
sukun.
Apa yang dimaksudkan dengan dua sukun di sini ialah huruf sukun yang
terdapat pada hamzah washal sebelum dan setelahnya. Hamzah wasal itu
sendiri tidak dianggap sebagai huruf sukun kerana sukun pada hamzah wasal adalah
sesuatu yang ‘Aridh (bukan ashli melainkan menyesuaikan) yakni berubah harokatnya tergantung
kepada harokat huruf sebelumnya saat wasal atau waqaf.
Contoh lain di
bawah:
2. Pertemuan Dua
Sukun Pada Awal Surah Ali-‘Imran
Seseorang yang memilih untuk mewasalkan bacaan pada ayat 1 dan 2 surah Ali ‘Imran akan terdedah kepada Iltiqa Sakinain. Perhatikan ayat awal surah Ali ‘Imran di bawah:
الۤمّۤ(1)اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُۗ
Jika digabungkan
ayat di atas, akan jelas huruf م sukun bertemu lam
sukun setelahnya (ميم الله).
Cara membaca dengan
menyambung bacaan م dengan memanjangkannya menjadi 2 harakat
kemudian menyambung ميم dan الله dengan mengharokati fathah. Panjang 2 harakat itu sesuai dengan keadaannya
sebagai Mad Ashli ketika wasal. Fathah huruf min untuk menghindarkan dua sukun itu
sesuai dengan asal penebalan (tafkhim) Lafaz Jalalah adalah dengan harokat fathah.
3. Iltiqa’ Sakinain
yang diharokati dalam Mushaf
Pertemuan dua
sukun selain dua keadaan di atas, juga ada yang di harokati dalam Al-Quran Rasm ‘Utsmani.
Antara
contoh-contoh Iltiqa’ Sakinain yang sudah diharokati dalam Mushaf adalah
seperti berikut:
- Contoh menyambung dua sukun berharokat kasrah:
قُلِ ٱدْعُواْ ٱللَّهَ أَوِ ٱدْعُواْ ٱلرَّحْمَٰنَ
Dari tatabahasa
Arab, huruf Lam di atas adalah sukun, kemudian dibariskan dengan kasrah untuk
menghindari dua sukun tersebut.
- Contoh meyambung dua sukun yang berharokat dhommah:
فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Dari segi
tatabahasa Arab, huruf Wau di atas adalah sukun, kemudian diarokati dengan
dhommah untuk menghindari dua sukun tersebut.
- Contoh menyambung dua sukun yang berharokat fathah:
من المشرق، فأت بها من المغرب
Dari segi tatabahasa Arab huruf nun di atas adalah sukun, kemudian diharokati dengan fathah untuk menghindari dua sukun tersebut.
Pembahasan Naql
Para ulama Qiraat telah merumuskan bacaan
"Naql" ini dengan tiga syarat.
"Naql" dalam Nadzam
Syatibiyyah :
. ﻭﺣﺮﻙ ﻟﻮﺭﺵ ﻛﻞ ﺳﺎﻛﻦ ﺍﺧﺮ # ﺻﺤﻴﺢ ﺑﺸﻜﻞ ﺍﻟﻬﻤﺰ ﻭﺍﺣﺬﻓﻪ ﻣﺴﻬﻼ
ke 3 syarat itu sebagai berikut:
1. Terdapat sukun pada akhir kalimat dan hamzah
pada kalimat berikutnya
Artinya
sukun dan hamzah tidak pada 1 kalimat, harus berbeda tempat.
2. Huruf yang berharakat sukun harus huruf asli
bukan huruf mad seperti pada:
وفى انفسكم
3. Huruf yg di baca "Naql" adalah huruf hamzah (Yang dimaksud adalah hamzah qatho
atau hamzah asli bukan hamzah
washal).
Hamzah Washal adalah hamzah pada awal kata yang
tidak dibaca ketika kemasukan huruf berharakat sebelumnya. Contoh kata :
Imroatun, ketika disisipi huruf "Wa" sebelumnya, maka bacanya
Wamroatun.
Hamzah qatho adalah hamzah yang tetap dibaca
ketika dimasukkan huruf berharakat sebelumnya. Contoh kata : Ardhun. Ketika disisipi huruf "Wa"
sebelumnya, maka bacanya tetap Wa ardhun, bukan wardhun seperti contoh diatas.
Setelah kita mengetahui 3 syarat bacaan
"Naql" diatas, mari kita terapkan pada potongan kalimat pada surat Al
hujurat Ayat 11 ini.
Dari ke tiga syarat tersebut ada satu syarat yang
tidak terpenuhi. Syarat tersebut adalah syarat ke tiga. Dalam syarat tersebut
disebutkan bahwa hamzah yang dibaca "Naql" harus hamzah qatho.
Sedangkan kata : Ism dalam surat Al hujurat ini adalah hamzah washal.
Untuk membuktikan bahwa hamzah disini adalah
hamzah washal kita bisa mengetahuinya pada bacaan basmalah. Kita membacanya
dengan : Bismillah, bukan bi ismillah.
Sehingga bisa saya tarik kesimpulan terdapat bertemunya 2 huruf yang di
sukun pada kata "al ism" ini. 2 huruf yang bersukun tersebut adalah
"lam" dan "siin".
Para ulama tajwid atau bahasa arab telah
menetapkan sebuah kaedah : Jika 2 huruf sukun bertemu, maka huruf yang pertama
dikasrah agar mudah untuk dibaca. Sebagaimana pada potongan ayat :
- بل الذين كفروا
- قل الله اعبد
- قل هو الله احد (1) الله
الصمد (2)
Bacanya :
- Balil ladziina bukan bal al
ladziina
- Qulillaaha a'bud bukan qul allaha
a'bud.
- Qul huwallahu ahadunillaahus shamad (bacaan
ketika disambung ayat pertama dan kedua)bukan ahadun allahus
Dalam
dunia tajwid bacaan seperti ini dinamakan : At takhallus minil tiqoois
saakinaini (menghindar dari 2 huruf yang disukun). Maka potongan ayat pada surat Al hujurat 11
yang berbunyi " Bi'salismul fusuuqu " kurang tepat jika dinamakan
bacaan "Naql", lebih tepatnya dinamakan : At Takhallus Minil Tiqoois
Saakinaini, sebabnya adalah salah satu dari 3 syarat bacaan "Naql"
tidak terpenuhi pada kata " Al ismu ", yaitu hamzah pada kata
"ismu" bukan hamzah qatho, akan tetapi hamzah washal.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا
نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا
أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ
الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ
وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Pembahasan dalam hukum Iltiqo'us Saakinain (pertemuan dua huruf
sukun). Dimana peristiwa ini adakalanya terjadi dalam satu kata dan ada yang
dalam dua kata.
Iltiqo'us
Saakinain yang terjadi pada dua kata, seperti :
لَهۡوًا ٱنفَضُّوۤا۟ مُبِيْنٍ
ٱقْتُلُوْا
Yang mana
kaidah hukumnya dibagi menjadi 2 yakni :
1.
Hadzf
(dihilangkan bacaanya)
Contoh : إِذَا ٱلشَّمۡسُ
Dimana fungsi alif Mad pada lafad إِذَا yang mestinya dibaca panjang dihilangkan ketika washol, sehingga
dibaca pendek. Adapun jika waqof tetap dibaca panjang.
2️. Taharik (diharakati). Pada jenis ini
huruf sukun pada akhir kata pertama diberi harakat.
Contoh : عَنِ ٱلنَّبَإِ
مِنَ
ٱلۡجِنَّةِ
لَهۡوًا ٱنفَضُّوۤا۟
Asal dari kalimat-kalimat di atas adalah
:
عَنْ + ٱلنَّبَإِ
مِنْ + ٱلۡجِنَّةِ
Nun pada kata pertama asalnya sukun karena dibaca washol maka Nun
sukun tadi diberi harakat kasroh, sehingga menjadi
عَنِ ٱلنَّبَإِ
مِنَ ٱلۡجِنَّةِ
Begitu juga lafadz
لَهۡوًا
ٱنفَضُّوۤا۟
مُبِيْنٍ ٱقْتُلُوْا
Bunyi Nun Sukun pada fathatain dan
kasratain diberi harakat kasroh sehingga ketika washal dibaca :
لَهۡوَا نِ ٱنْفَضُّوۤا۟
مُبِيْنِ نِ ٱقْتُلُوْا
Adapun jika dibuat ibtida' dari kalimat
kedua maka dibaca :
اِنْفَضُّوْا
اُقْتُلُوْا
Demikianlah pembahasan kami semoga
bermanfaat.